Pada tulisan sebelumnya telah disebutkan bahwa “Mutu air yang baik sangat penting untuk dapat mencetak dengan kualitas tinggi pada proses Offset Lithography.”
Pada bagian ketiga ini akan dibahas mengenai klasifikasi air yang digunakan sebagai air pembasah dalam derajat kekerasan. Setelah dicampur fountain, air akan bereaksi secara akumulatif dan semakin tinggi derajat keasamannya. Hal ini disebabkan oleh aktifitas air, dimana dalam proses tersebut terjadi reaksi kimiawi.
Aktivitas air adalah angka yang menunjukkan intensitas air di dalam unsur-unsur bukan air atau benda padat. Secara sederhana, hal tersebut dapat dijelaskan sebagai ukuran dari status energi air dalam suatu proses bercampur. Semakin tinggi suhu, biasanya aktifitas air juga akan naik, kecuali untuk benda yang mengkristal seperti garam atau gula. Semakin tinggi aktifitas air dalam sebuah benda, maka akan lebih menopang kehidupan mikroorganisme, bakteri dan jamur. Hal ini dapat mempengaruhi kualitas dan derajat keasaman air pembasah.
Salah satu formula Fountain Solution yang dominan adalah surfactant (surface active agent). Surfactant yang terkandung pada air pembasah dapat terakumulasi secara simultan setiap waktu. Setelah bercampur dengan air, surfactant akan menjadi material dengan molekul yang memiliki karakter ganda. Selain bersifat Hydrophilic (sifat “suka” air) yang berkorelasi secara langsung dengan gom yang terdapat pada bagian non gambar pada pelat cetak, juga akan memiliki sifat kebalikannya, yaitu Hydrophobic (sifat “takut” air).
Sifat Hydrophilic dapat dilihat pada lapisan non gambar di pelat cetak yang selalu disukai air, sedangkan sifat hydrophobic dapat ditemukan pada kasus chrome roller yang terkelupas.Chrome roller adalah roller pendistribusi utama larutan air pembasah. Kasus ini terkelupas ini dapat terjadi salah satunya akibat pengaruh kandungan surfactant dalam air, yang memiliki karakter ganda. Molekul-molekul di dalamnya cenderung bertemu pada titik singgung saat terjadi reaksi kimiawi.
Surfactant dimanfaatkan para ahli untuk melarutkan partikel emulsi, namun zat ini juga dapat “menghantam” partikel kuat yang memiliki permukaan halus seperti lapisan chrome roller,
Air yang terkandung dalam surfactant dapat menyebabkan gangguan pada chrome roller saat zat ini berusaha menstabilkan foam (busa) yang tidak diinginkan. Foam yang melekat pada permukaan chrome roller akan mengganggu proses emulsi tinta, dimana tinta menjadi tidak tahan air. Tugas air pembasah mengharuskan campuran cairan ini melekat pada material yang solid (chrome roller), salah satu tugasnya adalah untuk menstabilkan gelembung udara (foam) yang terbentuk. Semakin banyak gelembung yang melekat dan terakumulasi, maka semakin banyak pula bahan formula Surfactant ini melekat pada roller chrome, sekaligus dapat merusak dry strength chrome roller itu sendiri, atau malah merusak “fine-particle retention” nya. Dan pada kondisi ekstrim, partikel chrome roller yang terdapat pada permukaannya dapat terganggu, akhirnya terjadilah kasus permukaan chrome roller “terkelupas” akibat sedimentasi surfactant yang terakumulasi ditambah dengan gesekan yang terus menerus.
Surfactant secara sengaja ditambahkan pada formulasi Fountain Solution, “retention aid”, biocide, dan berbagai macam sizing agent untuk menjaga agar produk tetap stabil dalam proses penyimpanannya. Kandungan material yang berperan untuk mengurangi sifat korosif pada beberapa jenis surfactant adalah Rosin Soap, dan bahan additive lain seperti alum dibutuhkan untuk menjaga rosin soap melekat pada bahan solid seperti chrome roller, dimana rosin soap berperan sebagai sizing agent dari surfactant.
Ada dua macam kondisi surfactant, yaitu :
– Water-in-oil, surfactant lebih larut dalam minyak, contoh : Di-valent dan Tri-valent soap
– Oil-in-water, surfactant lebih larut dalam air, contoh : Mono-valent soap.
Air merupakan zat penting dalam proses cetak, namun pemilihan kualitas air yang tepat dan baik merupakan bagian utama untuk tercapainya hasil cetak dengan kualitas terbaik. Surfactant adalah suatu zat pembantu yang dicampurkan ke dalam air pembasah dan berfungsi sebagai penambah tegangan permukaan air agar semakin kuat. Adakah zat lain yang dapat digunakan sebagai pengganti Surfactant?
Sejak tahun 1970, GATF terus melakukan riset untuk menemukan bahan yang sesuai sebagai pembantu penambah tegangan permukaan air. Techfount adalah bahan yang paling populer digunakan saat itu sebagai komposisi air pembasah. Pada tahun 1980 dilakukan pengujian terhadap Glycol Ethers (Water miscillible Solvent) yang sempat diperkenalkan sebagai bahan yang bekerja lebih baik daripada Techfount. Selanjutnya, pada tahun 1990 ditemukan Surfactant (Wetting Agent), yang teknologi pembuatannya terus dikembangkan hingga saat ini.
Pada industri permesinan modern, dilakukan penambahan IPA (Isophrophyl Alcohol) pada air pembasah sebagai “suplemen” guna menurunkan kekuatan tegangan permukaan air. Pencampuran jenis alkohol ini dengan air pembasah menyebabkan tegangan permukaan air semakin baik, dengan daya alir yang tetap baik. Menurunnya tegangan permukaan membuat kemampuan membasahi suatu bidang jadi meningkat.
Penambahan jumlah alkohol dalam air pembasah memiliki daya batas. Apabila jumlah alkohol terlalu banyak tentu akan menimbulkan masalah baik terhadap tinta, pelat, kertas dan air itu sendiri. Riset yang pernah dilakukan penulis menunjukkan bahwa penambahan IPA melebihi 10% hampir tak memiliki nilai tambah, bahkan dapat menimbulkan kerugian.
Penambahan IPA menjadikan sifat alir lebih baik, lapisan air yang tipis dapat dihasilkan dan proses penguapan akan lebih cepat sehingga jumlah air pada permukaan pelat lebih kecil. Untuk menghemat pemakaian alkohol biasanya industri mesin cetak offset akan menambahkan sistem pendingin (cooling system). Namun, tidak semua jenis tinta tahan terhadap reaksi cairan ini, Isopropil alkohol pun dapat menguraikan gom arabika, yang dapat mengakibatkan naik turunnya derajat keseimbangan antara air dan tinta. Karena itu, penggunaan gom dengan alkohol secara bersamaan sangat tidak disarankan. Sebaiknya air dan alkohol lebih dulu dicampur di luar mesin cetak.
Kelemahan lain IPA adalah dapat bereaksi dengan komponen lain yang dapat mengakibatkan rusaknya tinta, pelat, rol dan kain karet.
Betapa hebatnya pengaruh air dalam proses cetak Offset Lithography sehingga dapat dikatakan bahwa 80% problem cetak ditimbulkan oleh air. Namun, seringkali air dianggap bukan bagian penting yang perlu diperhatikan karena dianggap “biasa”, sehingga penanganannya seringkali disepelekan. Dalam beberapa literatur dan grafik data consumable pada operasi cetak Offset, nilai prosentase air pembasah memang tidak lebih dari 1%. Namun percayalah, apabila kita abaikan yang 1% ini, boleh jadi bisnis cetak yang dijalankan keseluruhannya akan rusak dan tak berarti. (BERSAMBUNG)
Oleh : Kikie Nurcholik – Sekjen Komunitas Printing Indonesia (KOPI